“Mematak Pare Rau” adalah salah satu tradisi panen padi pada masyarakat Praya Timur yang masih bertahan. Tradisi lama yang masih dilestarikan hingga kini merupakan cara panen dengan metode tradisional tanpa menggunakan teknologi mesin.
Jenis padi dalam “Mematak Pare Rau” adalah jenis padi yang berbulu. Dalam proses panen, masyarakat petani yang bermukim di Praya Timur menggunakan alat yang disebut “rangkap” untuk memetik buah padi yang sudah menguning, yang lalu kemudian diikat dengan berbentuk satu ikatan.
Satu ikatan hasil panen “pare rau”disebut “sememel”. Tujuan model pengikatan hasil panen padi tersebut agar memudahkan untuk disimpan ke dalam lumbung padi. Selain itu, untuk menghindari serangga atau binatang perusak terhadap hasil panen padi, seperti tikus dan binatang lainnya.
Proses pengikatan padi menggunakan waktu yang cukup lama. Para petani harus mengumpulkan satu persatu tangkai buah padi hingga membentuk lingkaran. Namun suatu kelebihan dari “sememel” adalah memudahkan petani untuk menumbuk padi tersebut hingga menjadi beras.
Hadi Wijaya selaku pendamping pada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) mengatakan bahwa sistem pengelolaan sawah yang akan di tanami Padi Bulu “Pare Rau” yaitu tidak sekedar melakukan penanaman, melainkan masyarakat petani yang ada di Praya Timur tetap berpegang pada kepercayaan nenek moyang sehingga melakukan ritual khusus. Misalnya pada saat akan menurunkan bibit ke sawah, mereka lebih awal melakukan selamatan agar terhindar dari serangga atau hama wereng. Doa selamatan biasanya dilakukan di dekat mata air. Setelah itu, pada saat padi telah berbunga, dilakukan ritual selamatan lagi”. Demikian juga disaat akan panen, warga masyarakat sekitar di Praya Timur melakukan lagi ritual “Roah Pare Rau”.